Kesaksian: Sepuluh Musisi Berbahaya dari Scene Malang

Malam itu, di sela acara Indonesian Netaudio Festival di Yogya, saya sedang nongkrong dan ngobrol ngalor-ngidul dengan sejumlah kawan di pelataran panggung outdoor Jogja National Museum. Di situ ada Andi Alo, Hilman, Deugalih, Tri Sambrenk, Indra Menus, dan banyak lagi cah-cah Jogja di sekitar. Diselingi berbatang-batang rokok, sodoran gelas kopi dan botol miras lokal yang entah datang dari mana. 

Singkat kata, kiba-tiba kami didatangi oleh seorang sobat lama yang ajaib, Raka Ibrahim dari Jurnal Ruang. Kami bertiga – Saya, Alo dan Hilman – lalu ditodong untuk memberi ‘kesaksian’. Spontan saja, tanpa persiapan apa-apa. 

Yah, beginilah jadinya… 

Sepuluh Musisi Berbahaya dari Scene Malang

Ketika saya melihat ketiga orang ini cekikikan dan nongkrong di pelataran Indonesia Netaudio Festival, saya tahu kerinduan saya pada kota Malang dan scene-nya akan terselesaikan. Andi Alo, Samack, dan Radinang Hilman adalah tiga nama yang sudah malang melintang di scenekota tersebut.

Selain menjadi musisi dan pemilik label Barongsai Records, Alo juga dikenal sebagai salah satu kuncen di balik Houtenhand, salah satu venue yang paling konsisten memberi rumah bagi musisi arus pinggir. Radinang Hilman adalah penulis yang juga sudah beberapa kali menerbitkan zine, dan Samack? Ah, sudahlah. Manusia mitos ini barangkali adalah salah satu andalan saya tiap kali menjejakkan kaki di Malang. Dahulu kala, ia adalah salah satu zinemaker pertama di Malang, bahkan Indonesia. Sukses melahirkan dua zine legendaris, Mindblast dan Apokalip, kini ia menjadi penulis sekaligus scenester paripurna.

Tanpa tedeng aling-aling, saya menodong mereka untuk memberikan sepuluh musisi paling menggemparkan dari scene Malang saat ini. Berikut rekomendasi mereka.

****

Sabiella Maris dari Andi Alo

“Dia gitarisnya grup post-punk Closure, tapi sekarang punya proyek solo. Aku senang karena dia anaknya santai dan easy-going, dan musiknya juga begitu. Dia main akustikan walau kadang sama band–enggak indie folk juga ya gaya dia, mungkin lebih ke singer-songwriter. Aku merekomendasikan lagu dia yang berjudul “Crying Over Split Milk”. Mantap!”

Noose dari Radinang Hilman

https://bandcamp.com/EmbeddedPlayer/track=2773485594/size=large/bgcol=ffffff/linkcol=de270f/tracklist=false/artwork=small/transparent=true/

“Mereka band rock dengan rasa stoner, seperti Baroness dan kawan-kawan. Di Malang, style kayak begini masih baru dan segar, lagi ada banyak musik stoner yang digandrungi kawan-kawan. Mereka berani menunjukkan musik yang baru di scene kami. Anak-anaknya muda, baru, dan berani mengeksplorasi. Keren saja menurutku. Mereka merilis EP di 2017 yang menurutku patut didengarkan.”

Ultraviolence dari Samack

“Ini post-punk. Personelnya dua orang, musiknya agak kelam, agak gelap, tapi bisa diajak joged, tapi agak sedih, tapi bisa ketawa juga, lo-fi juga, lumayan sih! (tertawa) Mereka punya beberapa single dan barusan merilis video klip di YouTube.”

Disposed oleh Andi Alo

https://bandcamp.com/EmbeddedPlayer/track=1969108946/size=large/bgcol=ffffff/linkcol=de270f/tracklist=false/artwork=small/transparent=true/

“Sekarang waktunya yang keras! Sejauh ini untuk band cadas yang lawas, aku masih paling suka Neurosesick. Tapi untuk anak-anak baru aku suka Disposed. Mereka hardcore yang kelam, ala-ala Hardcore Holocaust. Secara performance bagus, secara sound bagus. Judul lagunya juga seram-seram!”

Much oleh Radinang Hilman

“Album baru mereka, Halfway Through, menurutku asyik. Musiknya lebih variatif, mereka konsisten live-nya, dan semakin keren. Patut diantisipasi terus.”

Wake Up Iris! oleh Samack

“Musiknya bagus, gaya Irish Folk, dan lebih penting lagi anak-anaknya rajin tur dan main ke mana-mana. Penampilan live mereka juga apik dan komunikatif. Mereka baru bikin album baru berjudul A U R E O L E, dan menurutku mereka mantap!”

Sal Priadi oleh Samack

“Musiknya pop, liriknya puitis, live-nya juga ekspresif banget dan patut ditonton. Single-nya sudah ada, “Ikat Aku di Tulang Belikatmu”. Sebentar lagi katanya mau bikin album. Respon dari mana-mana lumayan dan kayaknya dia bakal jadi the next big thing di Malang.”

Coldiac oleh Radinang Hilman

“Mereka bagus dari segi performance dan kualitas rekaman. Kalau selama ini di Malang orang kenalnya Atlesta, menurutku sekarang ada rekomendasi baru. Debut album mereka keren!”

Christabel Annora oleh Andi Alo

“Secara musikalitas dia bagus, secara skill dia bagus, komposisi bagus, dan saya juga salah satu yang mengidolakannya. Kebetulan juga, labelku (Barongsai Records–red) kerjasama dengan dia untuk merilis album pertamanya, Talking Days. Jadi, pada dasarnya aku mau promosi labelku!” (tertawa)

Ajer oleh semuanya

Samack: Wah, mereka supergroupDrummer-nya pemilik label rekaman sekaligus penggemar Kreator (maksudnya Andi Alo–red). Gitarisnya videografer, ada Nova Ruth di sana, supergroup beneran! Isinya orang-orang lama sih, jadi band ini sebenarnya agak tua.

Andi Alo: Nama Ajer berasal dari kata ‘ajur’, artinya hancur. Jadi, sejak awal doanya memang enggak baik! (tertawa)

Samack: Isinya pemegang skena Malang semua! Band yang agak tua, sedikit cult, tapi belum rilis album. Jadi, kalian harus segera rilis, ya! Kalau ada band mitos di Malang, itulah Ajer.

Red: Jadi semacam Melancholic Bitch-nya Malang?

Samack: Iya itu! Tiap main pasti ditunggu-tunggu karena cult banget. (*)

 

*Artikel ini ditulis oleh Raka Ibrahim dan pertama kali muncul di situs Jurnal Ruang, 19 Oktober 2018.

Leave a comment